Sarana Membentuk Akhlak dan Toreransi Antar Sesama Umat.

Thursday, April 15, 2010

Penyuluh Agama dan Problem Masyarakat Modern

Pada era globalisasi dewasa ini penjungkirbalikan nilai di masyarakat
Indonesia berlangsung sangat cepat dan tidak diketahui pasti arahnya
karena daya serap masyarakat terhadap stimulus era global sangat
beragam. Modernisasi ditandai dengan iptek, globalisasi ditandai
dengan penggunaan teknologi informasi yang membuat dunia ini mengecil
menjadi satu kampong. Persitiwa yang berlangsung di Amerika atau
Afrika hari ini, pada hari ini juga kita bisa langsung menyaksikan
melalui layer kaca atau internet. Begitupun sebaliknya. Dunia seperti
telanjang,bisa disaksikan seluruh penduduk bumi. Problemnya bagi
Negara berkembang seperti Indonesia, tingkat pengetahuan dan tingkat
sosialnya belum merata sehingga kemampuannya menyerap informasi tidak
sama.

Di Indonesia sekurang-kurangnya ada lima lapisan strata masyarakat;
lapisan ultra modern, masyarakat modern,masyarakat urban,masyarakat
tradisionil, masyarakat terbelakang bahkan di Papua masih ada
masyarakat yang hidup di zaman batu, belum berpakaian. Kelimanya
menerima stimulus yang sama dari budaya global, berupa kebebasan,
kemewahan, pornografi, kekerasan dan lain sebagainya yang berbeda
dengan nilai-nilai tradisi dan budaya Indonesia. Dampaknya luar biasa,
norma-norma agama dan budaya local terjungkir-balik pada kehidupan
keluarga, kehidupan social politik, ekonomi, mode, selera
makanan,musik dan gaya hidup lainnya. Nah inilah problem berat bagi
petugas penyuluh agama, karena penyuluh itu sendiri juga menjadi
korban dari gelombang budaya globalisasi. Banyak penyuluh agama yang
belummasuk lapisan modern,masih berada pada lapisan urban. Diperlukan
kerja ektra keras untukmempersiapkan penyuluh agama mampu berperan
dalam membantu problem masyarakat modern.

PENYAKIT MANUSIA "MODERN"
Yang dimaksud dengan penyakit manusia modern dalam tulisan ini adalah
gangguan psikologis yang diderita oleh manusia yang hidup dalam
lingkungan peradaban modern. Sebenarnya zaman modern ditandai dengan
dua hal sebagai cirinya, yaitu (1) penggunaan tehnologi dalam berbagai
aspek kehidupan manusia, dan (2) berkembangnya ilmu pengetahuan
sebagai wujud dari kemajuan intelektual manusia. Manusia modern
idealnya adalah manusia yang berfikir logis dan mampu menggunakan
berbagai teknologi untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia.
Dengan kecerdasan dan bantuan teknologi, manusia modern mestinya lebih
bijak dan arif, tetapi dalam kenyataannya banyak manusia yang kualitas
kemanusiaannya lebih rendah dibanding kemajuan berfikir dan teknologi
yang dicapainya. Akibat dari ketidak seimbangan itu kemudian
menimbulkan gangguan kejiwaan. Celaka-nya lagi, penggunaan alat
transportasi dan alat komunikasi modern menyebabkan manusia hidup
dalam pengaruh global dan dikendalikan oleh arus informasi global,
padahal kesiapan mental manusia secara individu bahkan secara etnis
tidaklah sama.

Akibat dari ketidak seimbangan itu dapat dijumpai dalam realita
kehidupan dimana banyak manusia yang sudah hidup dalam lingkup
peradaban modern dengan mengunakan berbagai teknologi-bahkan tehnologi
tinggi sebagai fasilitas hidupnya, tetapi dalam menempuh kehidupan,
terjadi distorsi-distorsi nilai kemanusiaan, terjadi dehumanisasi yang
disebabkan oleh kapasitas intelektual, mental dan jiwa yang tidak siap
untuk mengarungi samudera atau hutan peradaban modern. Mobilnya sudah
memakai Mercy, tetapi mentalnya masih becak, alat komunikasinya sudah
menggunakan telpon genggam dan internet, tetapi komunikasinya masih
memakai bahasa isyarat tangan, menu makan yang dipilih pizza dan ayam
Kentucky, tetapi wawasan gizinya masih kelas tempe bongkrek. Kekayaan,
jabatan dan senjata yang dimilikinnya melambangkan kemajuan, tetapi
jiwanya kosong dan rapuh. Semua simbol manusia modern dipakai, tetapi
substansinya. yakni berfikir logis dan penguasaan teknologi maju masih
jauh panggang dari api.

1. Kerangkeng Manusia Modern
Ketidak berdayaan manusia bermain dalam pentas peradaban modern yang
terus melaju tanpa dapat dihentikan itu menyebabkan sebagian besar
"manusia modern" itu terperangkap dalam situasi yang menurut istilah
Psikolog Humanis terkenal, Rollo May disebut sebagai "Manusia dalam
Kerangkeng", satu istilah yang menggambarkan salah satu derita manusia
modern.

Manusia modern seperti itu sebenarnya adalah manusia yang sudah
kehilangan makna, manusia kosong, The Hollow Man. Ia resah setiap kali
harus mengambil keputusan, ia tidak tahu apa yang diinginkan, dan
tidak mampu memilih jalan hidup yang diinginkaan. Para sosiolog
menyebutnya sebagai gejala keterasingan, alienasi, yang disebabkan
oleh (a) perubahan sosial yang berlangsung sangat cepat, (b) hubungan
hangat antar manusia sudah berubah menjadi hubungan yang gersang, (c)
lembaga tradisionil sudah berubah menjadi lembaga rational, (d)
masyarakat yang homogen sudah berubah menjadi heterogen, dan (e)
stabilitas sosial berubah menjadi mobilitas sosial.

Situasi psikologis dalam sistem sosial yang mengkungkung manusia
modern itu bagaikan kerangkeng yang sangat kuat, yang membuat penghuni
di dalamnya tak lagi mampu berfikir untuk mencari jalan keluar dari
kerangkeng itu. Orang merasa tak berdaya untuk melakukan upaya
perubahan, kekuasaan (sistem) politik terasa bagaikan hantu yang susah
diikuti standar kerjanya, ekonomi dirasakan tercengkeram oleh
segelintir orang yang bisa amat leluasa mempermainkannya sekehendak
hati mereka, bukan kehendaknya, dan nilai-nilai luhur kebudayaan sudah
menjadi komoditi pasar yang fluktuasinya susah diduga.

Bagaikan orang yang telah lama terkurung dalam kerangkeng, manusia
modern menderita frustrasi dan berada dalam ketidak berdayaan,
powerlessness. Ia tidak mampu lagi merencanakan masa depan, ia pasrah
kepada nasib karena merasa tidak berdaya apa-apa. Rakyat acuh tak acuh
terhadap perkembangan politik, pegawai negeri merasa hanya kerja
rutin, dan hanya mengerjakan yang diperintah dan yang diawasi atasannya.
Kerangkeng lain yang tidak kalah kuatnya adalah dalam kehidupan
sosial. Manusia modern dikerangkeng oleh tuntutan sosial. Mereka
merasa sangat terikat untuk mengikuti skenario sosial yang menentukan
berbagai kriteria dan mengatur berbagai keharusan dalam kehidupaan
sosial. Seorang isteri pejabat merasa harus menyesuaikan diri dengan
jabatan suaminya dalam hal pakaian, kendaraaan, assesoris, bahkan
sampai pada bagaimana tersenyum dan tertawa. Seorang pejabat juga
merasa harus mengganti rumahnya, kendaraannya, pakaiannya, kawan-kawan
pergaulannya, minumannya, rokoknya dan kebiasan-kebiasaan lainnya agar
sesuai dengan skenario sosial tentang pejabat. Kaum wanita juga dibuat
sibuk untuk mengganti kosmetiknya, mode pakaiannya, dandanannya, meja
makan dan piring di rumahnya untuk memenuhi trend yang sedang berlaku .

Manusia modern begitu sibuk dan bekerja keras melakukan penyesuaian
diri dengan trend modern. Ia merasa sedang berjuang keras untuk
memenuhi keinginannya, padahal yang sebenarnya mereka diperbudak oleh
keinginan orang lain, oleh keinginan sosial. Ia sebenarnya sedang
mengejar apa yang diharapkan oleh orang lain agar ia mengejarnya. Ia
selalu mengukur perilaku dirinya dengan apa yang ia duga sebagai
harapan orang lain. Ia boleh jadi mem-peroleh kepuasan, tetapi
kepuasan itu sebenarnya kepuasan sekejap, yakni kepuasan dalam
mempertontonkan perilaku yang dipesan oleh orang lain. Ia tak ubahnya
pemain sandiwara di atas panggung yang harus trampil prima sesuai
dengan perintah sutradara, meskipun boleh jadi ia sedang kurang sehat.

Begitulah manusia modern, ia melakukan sesuatu bukan karena ingin
melakukannya, tetapi karena merasa orang lain menginginkan agar ia
melakukannya. Ia sibuk meladeni keinginan orang lain, sampai ia lupa
kehendak sendiri. Ia memiliki ratusan topeng sosial yang siap dipakai
dalam berbagai event sesuai dengan skenario sosial, dan saking
seringnya menggunakan topeng sampai ia lupa wajah asli miliknya.
Manusia modern adalah manusia yang sudah kehilangan jati dirinya,
perilakunya sudah seperti perilaku robot, tanpa perasaan. Senyumnya
tidak lagi seindah senyuman fitri seorang bayi, tetapi lebih sebagai
make up. Tawanya tidak lagi spontan seperti tawa ceria kanak-kanak dan
remaja, tetapi tawa yang diatur sebagai bedak untuk memoles
kepribadiannya. Tangisannya tidak lagi merupakan rintihan jiwa, tetapi
lebih merupakan topeng untuk menutupi borok-borok akhlaknya, dan
kesemuanya sudah diprogramkan kapan harus tertawa dan kapan harus
menangis.


2. Gangguan Kejiwaan Manusia Modern
Sebagai akibat dari sikap hipokrit yang berkepanjangan, maka manusia
modern mengidap gangguan kejiwaan antara lain berupa: (a) Kecemasan,
(b) Kesepian, (c) Kebosanan, (d) Perilaku menyimpang, (e) Psikosomatis.

a. Kecemasan
Perasaan cemas yang diderita manusia modern tersebut diatas adalah
bersumber dari hilangnya makna hidup, the meaning of life. Secara
fitri manusia memiliki kebutuhan akan makna hidup. Makna hidup
dimiliki oleh seseorang manakala ia memiliki kejujuran dan merasa
hidupnya dibutuhkan oleh orang lain dan merasa mampu dan telah
mengerjakan sesuatu yang bermakna untuk orang lain. Makna hidup
biasanya dihayati oleh para pejuang - dalam bidang apapun - karena
pusat perhatian pejuang adalah pada bagaimana bisa menyumbangkan
sesuatu untuk kepentingan orang lain. Seorang pejuang biasanya
memiliki tingkat dedikasi yang tinggi, dan untuk apa yang ia
perjuangkannya, ia sanggup berkorban, bahkan korban jiwa sekalipun.

Meskipun yang dilakukan pejuang itu untuk kepentingan orang lain,
tetapi dorongan untuk berjuang lahir dari diri sendiri, bukan untuk
memuaskan orang lain. Seorang pejuang melakukan sesuatu sesuai dengan
prinsip yang dianutnya, bukan prinsip yang dianut oleh orang lain.
Kepuasan seorang pejuang adalah apabila ia mampu berpegang teguh
kepada prinsip kejuangannya, meskipun boleh jadi perjuangannya itu gagal.

Adapun manusia modern seperti disebutkan diatas, mereka justeru tidak
memilki makna hidup, karena mereka tidak memiliki prinsip hidup. Apa
yang dilakukan adalah mengikuti trend, mengikuti tuntutan sosial,
sedangkan tuntutan sosial belum tentu berdiri diatas suatu prinsip
yang mulia. Orang yang hidupnya hanya mengikuti kemauan orang lain,
akan merasa puas tetapi hanya sekejap, dan akan merasa kecewa dan malu
jika gagal. Karena tuntutan sosial selalu berubah dan tak ada
habis-habisnya maka manusia modern dituntut untuk selalu
mengantisipasi perubahan, padahal perubahan itu selalu terjadi dan
susah diantisipasi, sementara ia tidak memiliki prinsip hidup,
sehingga ia diperbudak untuk melayani perubahan. Ketidak seimbangan
itu, dan terutama karena merasa hidupnya tak bermakna, tak ada
dedikasi dalam perbuatannya, maka ia dilanda kegelisahan dan kecemasan
yang berkepanjangan. Hanya sesekali ia menikmati kenikmatan sekejap,
kenikmatan palsu ketika ia berhasil pentas diatas panggung sandiwara
kehidupan.

b. Kesepian
Gangguan kejiwaan berupa kesepian bersumber dari hubungan antar
manusia (interpersonal) di kalangan masyarakat modern yang tidak lagi
tulus dan hangat. Kegersangan hubungan antar manusia ini disebabkan
karena semua manusia modern menggunakan topeng-topeng sosial untuk
menutupi wajah kepribadiannya. Dalam komunikasi interpersonal,manusia
modern tidak memperkenalkan dirinya sendiri, tetapi selalu
menunjukannya sebagai seseorang yang sebenarnya bukan dirinya.
Akibatnya setiap manusia modern memandang orang lain, maka yang
dipandang juga bukan sebagai dirinya, tetapi sebagai orang yang
bertopeng. Selanjutnya hubungan antar manusia tidak lagi sebagai
hubungan antar kepribadian, tetapi hubungan antar topeng, padahal
setiap manusia membutuhkan orang lain, bukan topeng lain.

Sebagai akibat dari hubungan antar manusia yang gersang, manusia
modern mengidap perasaan sepi, meski ia berada di tengah keramaian.
Sebagai manusia, ia benar-benar sendirian, karena yang berada di
sekelilingnya hanyalah topeng-topeng. Ia tidak dapat menikmati
senyuman orang lain, karena iapun mempersepsi senyuman orang itu
sebagai topeng, sebagaimana ketika ia tersenyum kepada orang lain.
Pujian orang kepadanya juga dipandangnya sebagai basa-basi yang sudah
diprogram, bahkan ucapan cinta dari sang kekasihpun terdengar hambar
karena ia memandang kekasihnyapun sebagai orang yang sedang mengenakan
topeng cinta. Sungguh malang benar manusia modern ini.

c. Kebosanan
Karena hidup tak bermakna, dan hubungan dengan manusia lain terasa
hambar karena ketiadaan ketulusan hati, kecemasan yang selalu
mengganggu jiwanya dan kesepian yang berkepanjangan, menyebabkan
manusia modern menderita gangguan kejiwaan berupa kebosanan. Ketika
diatas pentas kepalsuan, manusia bertopeng memang memperoleh
kenikmatan sekejap, tetapi setelah ia kembali ke rumahnya, kembali
menjadi seorang diri dalam keaslianya, maka ia kembali dirasuki
perasaan cemas dan sepi.
Kecemasan dan kesepian yang berkepanjangan akhirnya membuatnya menjadi
bosan, bosan kepada kepura-puraan, bosan kepada kepalsuan, tetapi ia
tidak tahu harus melakukan apa untuk menghilangkan kebosanan itu.

Berbeda dengan perasaan seorang pejuang yang merasa hidup dalam
keramaian perjuangan meskipun ketika itu ia sedang duduk sendiri di
dalam kamar, atau bahkan dalam sel penjara, manusia modern justeru
merasa sepi di tengah-tengah keramaian, frustrasi di tengah aneka
fasilitas, dan bosan di tengah kemeriahan pesta yang menggoda.

d. Perilaku Menyimpang
Kecemasan, kesepian dan kebosanan yang diderita berkepanjangan,
menyebabkan seseorang tidak tahu persis apa yang harus dilakukan. Ia
tidak bisa memutuskan sesuatu, dan ia tidak tahu jalan mana yang harus
ditempuh. Dalam keadaan jiwa yang kosong dan rapuh ini, maka ketika
seseorang tidak mampu berfikir jauh, kecenderungan memuaskan motif
kepada hal-hal ang rendah menjadi sangat kuat, karena pemuasan atas
motif kepada hal-hal yang rendah agak sedikit menghibur.

Manusia dalam tingkat gangguan kejiwaan seperti itu mudah sekali
diajak atau dipengaruhi untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan
meskipun perbuatan itu menyimpang dari norma-norma moral. Kondisi
psikologi mereka seperti hausnya orang yang sedang berada dalam
pengaruh obat terlarang. Dalam keadaan tak mampu berfikir, apa saja ia
mau melakukan asal memperoleh minuman. Kekosongan jiwa itu dapat
mengantar mereka pada perbuatan merampok orang, meskipun mereka tidak
membutuhkan uang, memperkosa orang tanpa mengenal siapa yang
diperkosa, membunuh orang tanpa ada sebab-sebab yang membuatnya harus
membunuh, pokoknya semua perilaku menyimpang yang secara sepintas
seakan memberikan hiburan dapat mereka lakukan.

e. Psikosomatik
Psikosomatik adalah gangguaan fisik yang disebabkan oleh faktor-faktor
kejiwaan dan sosial. Seseorang jika emosinya menumpuk dan memuncak
maka hal itu dapat menyebabkan terjadinya goncangan dan kekacauan
dalam dirinya. Jika faktor-faktor yang menyebabkan memuncaknya emosi
itu secara berkepanjangan tidak dapat dijauhkan, maka ia dipaksa untuk
selalu berjuang menekan perasaannya. Perasaaan tertekan, cemas,
kesepian dan kebosanan yang berkepanjangan dapat mempengaruhi
kesehatan fisiknya.
Jadi Psikosomatik dapat disebut sebagai penyakit gabungan, fisik dan
mental, yang dalam bahasa Arab disebut nafsajasadiyyah atau
nafsabiolojiyyah. Yang sakit sebenarnya jiwanya, tetapi menjelma dalam
bentuk sakit fisik.

Penderita Psikosomatik biasanya selalu mengeluh merasa tidak enak
badan, jantungnya berdebar-debar, merasa lemah dan tidak bisa
konsentrasi. Wujud psikosomatik bisa dalam bentuk syndrome, trauma,
stress, ketergantungan kepada obat penenang/alkohol/narkotik atau
berperilaku menyimpang.

Manusia modern penderita psikosomatik adalah ibarat penghuni
kerangkeng yang sudah tidak lagi menyadari bahwa kerangkeng itu
merupakan belenggu. Baginya berada dalam kerangkeng seperti memang
sudah seharusnya begitu, ia sudah tidak bisa membayangkan seperti apa
alam di luar kerangkeng.

3. Terapi Psikologis Untuk Manusia Modern
Karena derita manusia modern itu berasal dari kerangkeng yang
membelenggunya, maka jalan keluar dari problem itu adalah dengan
berusaha ke luar dari kerangkeng itu. Kerangkeng yang membelenggu
manusia modern sebenarnya hanya berupa nilai, atau tepatnya karena
kekosongan nilai. Kekosongan nilai manusia modern itu disebabkan
karena ia tidak lagi mengenali dirinya dalam konstalasi
makhluk—Khalik. Ia terpuruk hanya berkutat di pojok makhluk, oleh
karena itu dunianya menjadi sempit, langitnya menjadi rendah.

Untuk berani ke luar dari kerangkengnya maka mula pertama manusia
modern harus terlebih dahulu mengenali kembali jati dirinya, apakah
makhluk itu, apa sebenarnya manusia itu, siapa dirinya sebenarnya,
untuk apa ia berada di dunia ini dan mau kemana setelah itu.

Bagi manusia modern yang belum terlalu parah penyakitnya, ia dapat
diajak berdialog, diajak berfikir, merenung tentang apa yang telah
terjadi dan seberapa sisa hidupnya. Ia diajak untuk mengenali dirinya
dalam kontek ciptaan Allah, karena sebagaimana kata Nabi barang siapa
mengenali siapa dirinya maka ia akan mengenali siapa Tuhannya.
Bagi penderita yang sudah parah, maka dialog tidak dapat menolongnya.
Kepadanya sebaiknya dibawa saja dalam situasi yang tidak memberi
peluang selain berfikir dan merasa berada dalam suasana religious,
misalnya di-ajak dalam forum dzikir jahr, seperti yang ada dalam
lingkungan tarekat Naqsyabandiyaah. Iklim dzikir jahr itu akan memaksa
dia mengikuti pembacaan kalimah thayyibah, dan pembacaan yang
berulang-ulang akan membantu secara perlahan-lahan larut dalam suasana
yang kurang difahami tetapi indah dan menyenangkan.

Dalam perspektif ini, maka tasauf atau spiritualitas agama sebenarnya
sangat relevan bagi manusia modern, bagi yang masih sehat , dan
terutama bagi yang sudah sakit.

4. Pandangan Hidup Muslim
Manusia terperangkap di dalam kerangkeng modern disebabkan karena
memiliki cara pandang yang keliru terhadap hidup ini. Mereka memiliki
pandangan hidup yang keliru sehingga menghasilkan kekeliruan, dan
menyebabkan mereka tidak memperoleh makna modernisasi tetapi justeru
menjadi konsumen dari limbah modernisasi. Seorang muslim yang memiliki
pandangan hidup yang benar, maka ia akan tetap eksis dan kuat dalam
segala zaman, zaman tradisionil maupun zaman modern, karena pandangan
hidup yang benar akan menseleksi limbah dari esensi.

Pandangan hidup Muslim sekurang-kurangnya dapat diukur dari hal-hal
sebagai berikut:
a. Tujuan Hidup. Agama Islam mengajarkan bahwa tujuan dari hidup
manusia adalah untuk mencari ridla Allah, ibtigha'a mardatillah, oleh
karena itu acuan hidupnya adalah pada apakah yang dipilih itu sesuatu
yang diridhai Tuhan atau tidak. Pandangan hidup ini akan membuat orang
kuat dalam pendirian, tidak takut dicaci maki dan bahkan tidak takut
tersingkir dari sistem sosial. Jika seseorang telah menetapkan ridla
Tuhan sebagai tujuan hidupnya, maka ia terhindar dari keharusan
memenuhi tuntutan sosial yang bertentangan dengan tujuan hidupnya.

b. Fungsi Hidup. Agama Islam mengajarkan bahwa fungsi manusia di muka
bumi adalah sebagai khalifah Allah. Sebagai khalifah Allah, manusia
diberi tangung jawab untuk menegakkan kebenaran dan hukum Allah di
muka bumi, yang untuk itu manusia diberi hak untuk mengelola dan
memanfaatkan alam . Pandangan hidup ini menyebabkan seseorang tidak
bisa tinggal diam melihat merajalelanya perbuatan manusia yang merusak
kehidupan. Sebagai khalifah ia terpanggil untuk amar ma'ruf dan nahi
mungkar. Dalam perspektif ini manusia adalah subyek, bukan semata-mata
obyek.

c. Tugas Hidup. Agama Islam mengajarkan bahwa manusia diciptakan
adalah untuk menyembah Tuhan. Jadi ibadah adalah tugas yang harus
dijalankan, bukan tujuan. Untuk mencapai tujuan memperoleh ridla
Tuhan, manusia harus disiplin menjalankan tugas ibadahnya. Bagi yang
disiplin menjalankan tugas maka ia berhak memperoleh promosi, bagi
yang malas maka ia akan tertinggal.

d. Alat Hidup. Untuk menggapai tujuan dan untuk menjalankan tugas,
manusia diberi alat, yaitu dirinya (fisiknya, intelektualnya dan
jiwanya) dan harta atau alam. Harta kekayaan adalah alat hidup, bukan
tujuan, oleh karena itu seberapa banyak manusia membutuhkan harta
adalah sebanyak dibutuhkannya untuk kepentingan menjalankan tugas
ibadah dan menggapai rida Allah sebagai tujuan hidupnya. Untuk
menggapai tujuan dan menjalankan tugas, manusia memerlukan gizi bagi
kesehatan tubuhnya, pakaian untuk pergaulan, kaki atau kendaraan untuk
menempuh perjalanan, tangan atau kekuasaan untuk menjalankan suatu
keputusan, dan ilmu untuk meningkatkan kualitas kerjanya.

e. Teladan Hidup. Manusia memiliki kecenderungan untuk melakukan
imitasi dan identifikasi. Manusia membutuhkan tokoh untuk ditiru,
karena ilmu dan ketrampilan saja tidak menjamin untuk menggapai nilai
keutamaan kerja. Untuk itu ajaran Islam menetapkan bahwa tokoh yang
harus menjadi panutan hidup manusia adalah Nabi Muhammad saw. Muhammad
adalah uswatun hasanah bagi orang mukmin. Keteladanan Muhammad tak
tertandingi oleh siapapun, karena Nabi Muhammad merupakan perwujudan
kongkrit dari nilai-nilai al Qur'an, Kana khuluquhu al Qur'an, kata
Aisyah r.a.

f. Lawan dan Kawan Hidup. Dalam hidup, berjuang menjalankan tugas dan
menggapai tujuan, manusia membutuhkan kawan dan tak jarang berjumpa
lawan. Islam mengajarkan bahwa semua orang mukmin, antara yang satu
dengan yang lain adalah saudara, dan bahwa syaitan adalah lawan atau
musuh yang konsisten. Seorang mukmin harus mengutamakan orang mukmin
lainnya sebagai partner, dan bahwa berhubungan dengan syaitan tak akan
menghasilkan apa-apa selain kerugian.

Menfungsikan Penyuluh Agama
Predikat Penyuluh Agama sesunguhnya berbeda dengan muballigh atau guru
Majlis Ta`lim, penyuluh agama lebih dekat ke Konselor Agama..
Muballigh dituntut untuk banyak berbicara sedangkan Konselor dituntut
untuk mampu dan banyak mendengar. Muballigh berhadapan dengan public
orang sehat, sedangkan konselor berhadapan dengan orang bermasalah.
satu persatu. Muballigh bertindak sebagai subyek menghadapi mad`u
sebagaiobyek, sedangkan konselor hanya membantu orang bermasalah agar
ia bisa menjadi subyek untuk mengatasi sendiri masalahanya sebagai
obyeknya. Jadi para penyuluh agama harus memiliki perspektip dirinya
ketika bertemu orang bermasalah bahwa ia adalah penyuluh,bukan
muballigh. Orang bermasalah sering bisa hilang masalahnya hanya dengan
mengutarakannya kepada orang yang tepat (konselor). Orang bermasalah
justeru semakin pusing ketika harus mendengarkan petuah
panjang-panjang dari muballigh.

Mengubah konsep diri muballigh menjadi konselor tidak mudah.
Dibutuhkan ilmu pengetahuan, pengalaman lapangan dan penghayatan atas
problem-problem hidup manusia. Problem manusia dalam kehidupan modern
tiap hari kita jumpai, tetapi tidak semua orang mampu mengurai
anatominya untuk kemudian dicarikan solusinya. Untuk penyuluh agama
yang bertugas di wilayah ibu kota lebih mudah menyediakan program
untuk mereka karena dekat dengan kasus dan banyak nara sumber. Untuk
itu maka program peningkatan mereka dari muballigh ke penyuluh untuk
menfungsikan mereka sebagai penyuluh agama pada pemecahan masalah
manusia modern dapat dilakukan dengan program berkala, misalnya
semingu sekali. Programnya berbentuk :

1. Mendatangkan nara sumber untuk memberikan wawasan tentang problem
masyarakat modern (psikologi)

2. Dengan dipandu seorang instsruktur,setiap penyuluh ditugasi
mengamati problem-problem masyarakat di wilayahnya dan melaporkannya
dalam bentuk paper.

3. Dengan dipandu instruktur pula, pada setiap hari program bersama,
masing-masing memaparkan temuanya.

4. Instruktur memandu mereka dalam pemahaman masalah dan

5. Instruktur memandu mereka untuk menemukan format problem solving

6. Menerbitkan jurnal penyuluhan untuk internal yang bahannya diambil
dari kasus-kasus yang ditemukan oleh para penyuluh.

7. Secara berkala diadakan semacam seminar untuk mengangkat problem
itu ke permukaan.



Wassalam,
agussyafii

==============================================
Sekiranya berkenan mohon kirimkan komentar anda melalui
achmad.mubarok@yahoo.com atau http://mubarok-institute.blogspot.com
=============================================



===========================================
Kunjungi SUPERKORAN: www.superkoran.info

===== berasal dari Apakabar@Yahoo =======
Share:

0 comments:

Post a Comment

Recent Posts

Powered by Blogger.

Sample Text

mengenal Allah

Contact Us

Name

Email *

Message *

Followers

Powered By Blogger

Search This Blog

Labels

Labels

Theme Support

Unordered List

Labels

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support